Wednesday, December 20, 2023

WORKSHOP PERTEATERAN

Halooooo teman teman Tiangers,,,Kali ini admin mau membagikan cerita tapi bukan pementasan melainkan tentang Workshop Perteateran. Jadi pada Sabtu, 7 Oktober 2023 Teater Tiang mengadakan workshop Internal untuk anggota Teater Tiang. nahhh untuk pemateri nya kita ngambil dari alumni Teater Tiang sendiri yaitu mas Ferik. Wihh hebat ya alumni alumni kita teman teman, doakan admin ya supaya bisa mengikuti jejak dari para alumni.

nahh disini admin mau berbagi sedikit ilmu yang sudah kita dapat pada workshop kemarin teman teman

1. Teater Epic: Teater Epic dikembangkan oleh Bertolt Brecht, penulis asal Jerman. Bentuk penggarapannya sama dengan model sampaan di mana pada praktiknya memecah dinding ke-empat. Dalam hal ini pemecahan diding ke-empat dilakukan untuk membuat penonton tidak terjebak pada catastasis (hanyut dalam cerita) untuk membangun pemikiran kritis dari penonton. Pada Teater Epic juga terdapat teknik pemecahan yang difokuskan untuk memusatkan perhatian penonton. Teater Epic juga dibuat tidak serealistis atau jauh dari realita yang dijumpai agar penonton tidak terhanyut dan tetap terjaga pada pemikiran kritis. Begitu pula pada seting yang digunakan, dalam hal ini seting biasanya sengaja dibuat tidak sedemikian rupa bahkan hanya berupa simbol-simbol tertentu sehingga penonton dapat berpikir lebih kritis. Pada penerapannya untuk mengubah naskah realis ke dalam penggarapan Brecht maka harus dipahami terlebih dahulu naskahnya kemudian pusatkan bagian mana yang menjadi fokus pemecahan diding ke-empat dan alienasi. Begitu pula dengan penggarapan setting.

2. Teater Miskin: Dibawa pertama kali oleh W.S Rendra. Banyak juga yang menyebutnya sebagai teater mini kata, karena sedikitnya pengucapan yang dilontarkan oleh aktor. Teater miskin merupakan bentuk perlawanan dari Stnislavski dan terinspirasi dari Teater Biomechanical oleh Moscow Art. Dasar pemikiran dalam hal ini berfokus pada teknik keaktoran yang diolah sangat kuat dan tidak mengedepankan setting panggung maupun kostum yang megah. Hal itu digunakan agar penonton tidak teralihkan fokusnya pada setting panggung maupun kostum yang megah. Teater ini membangun hubungan langsung dengan penonton, memaksimalkan kapasitas tubuh (keaktoran), eksperimen dengan teknik kinerja.

3. Teater Kekejaman: Theatre of Cruelty pertama kali dibuat oleh Artaud dan terinspirasi oleh tari keris di Bali. Teater ini berfokus pada kekejaman untuk mengolah emosi dan ketegangan penonton. Pada penggarapannya, setting panggung biasa menggunakan properti besar untuk memainkan emosi penonton dalam bentuk kejahatan/adegan-adegan yang di rasa sadis.

4. Teater Antropologi: Antropologi sendiri ilmu yang mempelajari tentang budaya. Maka di dalam teater antropologi banyak mengusung nilai-nilai budaya di dalamnya. Bahkan tak jarang dalam praktiknya pertujukan teater antropologi digelar pada tempat-tempat yang memang sesuai dengan latar naskah/penggarapan. Begitu pula dengan properti yang digunakan. Teater Antropologi meyakini bahwa setiap tubuh memiliki perbedaan. Tak jarang dalam teater antropologi para aktor bukan hanya para pemain teater, tetapi pihak-pihak yang tergabung secara langsung dalam praktik kebudayaan yang diangkat.

nahh itu sedikit ilmu untuk semuanya yaa semoga bermanfaat.

Salam Budaya!!!!!

No comments:

Post a Comment